29 Januari 2009

Angka 8
Sinyal Perpecahan atau Kematian PKS

Tulisan ini jauh dan amat jauh dari tema khurafat apalagi kemusyrikan. Yang meyakini angka sebagai suatu nilai keberuntungan atau sebaliknya sebagai penyebab kehancuran.
Para kader PKS yang disebut-sebut sebagai kader dakwah sangat akrab dengan nuansa Islami. Hingga nomor partai mereka pun dilihat dari sudut pandang yang Islami. Saat masih PK, di mana waktu itu partai baru tersebut bernomorkan 24, para kadernya –tentu dibimbing oleh para guru mereka- menyatakan bahwa partai dakwah itu harus bisa mewakili semangat surat ke-24 dalam al-Qur’an. Surat ke-24 adalah Surat an-Nur. An-Nur berarti cahaya. Kiprah pertama mereka dalam dunia politik itu diharapkan menjadi sebuah lentera di tengah kegelapan dan cahaya yang menerangi nusantara.
Setelah mereka menghibur diri secara internal karena tidak berhasil melalui ET, maka muncullah PKS. Kali ini Allah memberikan nomor 16. Bagi para kadernya –tentu juga bagi para guru mereka- angka itu kembali dimaknai sebagai sebuah semangat surat ke-16 dalam al-Qur’an. Surat ke-16 adalah Surat an-Nahl. An-Nahl artinya lebah. Filosofi lebah menjadi semangat berkobar-kobar para kadernya untuk membesarkan partai. Mengambil dari tempat yang baik dan mengeluarkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, seperti lebah. Semangat ini menjadi sangat klop dengan semboyan mereka: bersih dan lebih peduli. Ditambah dengan bukti kebersihan para pejabat mereka pada periode pemilu sebelumnya plus kedekatan seluruh kadernya dengan masyarakat saat musibah menghantam.
Kini, PKS masih bertahan. Nomor urut yang didapat adalah 8. Walau tidak sekental dulu dalam menyesuaikannya dengan surat al-Qur’an, tetapi tetap ada saja kalimat yang menyampaikan tersebut dari para kader –bahkan sekali lagi para guru mereka-. Surat ke-8 adalah surat al-Anfal yang berarti harta rampasan perang. Penafsiran angka 8 dengan mengaitkannya kepada al-Qur’an, jelas lebih aman dari kontroversi daripada menyematkannya dengan ke-hoki-an, sama rata atas bawah. Suasana surat al-Anfal jelas menggambarkan kemenangan besar dalam jihad sehingga mendapatkan harta rampasan perang.
Terlepas dari itu, kontroversi gaya hidup sebagian pejabat PKS hasil pemilu 2004 menyulut internal sendiri. Bermunculanlah kritik-kritik tajam disertai pertarungan yang masih selalu dikemas apik di media luas dengan bahasa kebebasan berpendapat dalam tubuh partai. Kekayaan yang tersulap menjadi wah, disertai dengan perubahan haluan pandangan terhadap harta, membuat para kadernya sangat terinspirasi untuk meraih kemenangan gemilang di 2009. Sasarannya RI1 atau RI2. Sangat maksimal.
Jika tercapai, maka sangat dekatlah makna angka 8 dengan Surat al-Anfal yang masih terus didengungkan oleh para kadernya.
Nah, dari sinilah tulisan ini bermula...

Sinyal Kuat Perpecahan PKS
Kisah kemenangan besar yang terfilosofikan dari kemenangan gemilang dan agung dalam jihad sehingga mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang), dibahas dalam surat al-Anfal.
Surat al-Anfal yang pasti akan menceritakan kemenangan agung dalam jihad, seyogyanya dimulai dengan syukur, tasbih atau apapun yang bisa mengungkapkan rasa syukur yang dalam atas kemenangan.
Ternyata tidak. Justru ayat dimulai dengan empat hal saat Nabi ditanya tentang distribusi harta rampasan perang tersebut:
1. Katakanlah (hai Muhammad): harta rampasan perang itu milik Allah dan Rasul-Nya
2. Maka bertakwalah kepada Allah
3. Perbaiki hubungan di antara kalian
4. Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian beriman
Permulaan surat itu harus menjadi bahan renungan yang dalam bagi semua;
Poin 1 menjadi mukaddimah untuk memutus ‘harapan’ dan nafsu menguasai harta karena ternyata harta tersebut milik Allah dan Rasul-Nya.
Poin 2 menguatkan yang pertama sekaligus menjadi pengingat akan pentingnya mengembalikan dan ridha kepada keputusan Allah.
Poin 3 menjadi jawaban mengapa mukaddimahnya seperti ini. Harta itulah yang menjadi penyebab hancurnya sebuah hubungan baik yang indah dan dibangun di atas ukhuwah Islamiyyah.
Dan akhirnya poin 4 menutup ayat pertama untuk kembali kepada keputusan Allah dan Rasul-Nya dengan taruhan iman, jika tetap memelihara nafsu menguasai harta tersebut.
Maka, inilah renungan itu. Ternyata angka 8, bagi PKS bermakna sinyal perpecahan. Perpecahan yang ditimbulkan oleh harta.
Umar bin Khattab saat melihat banyak perhiasan digelar di hadapannya di Masjid Nabawi, ia justru menangis. Seseorang protes akan tangis Umar. Karena menurut orang itu, seharusnya Umar tersenyum bangga karena kekayaan yang datang di kekhilafahannya itu merupakan bukti kemenangan gemilang di belahan lain bumi Allah. Tetapi tidak menurut Umar. Umar berkata, “Inilah yang akan membuat kalian bertikai!”
Saat itu para shahabat Nabi masih banyak yang hidup. Kekhawatiran Umar tertuju bahkan kepada mereka. Dan ini sesungguhnya merupakan rangkaian kelanjutan kekhawatiran Nabi saat melihat harta yang banyak dibawa oleh dua orang shahabat Nabi yang Shubuh itu datang membawa harta dari suatu suku. “Demi Allah aku tidak takut kalian miskin. Tetapi aku takut jika dunia digelar di hadapan kalian. Kalian akan berlomba untuk mendapatkannya sebagaimana orang sebelum kalian berlomba mendapatkannya. Dan kalian akan hancur oleh dunia sebagai orang sebelum kalian telah hancur karenanya.” (Muttafaq alaih)
Hari ini saja, saat jumlah pejabat PKS belum lagi maksimal, perpecahan sudah terjadi. Walau coba ditutup dengan berbagai cara dan kemasan, media pun mulai mengendus. Bulan sabit itu sebenarnya memang telah retak kalau tidak mau dibilang telah terbelah. Kesenjangan terjadi luar biasa. Kader yang memasang bendera tak kenal waktu istirahat, mereka masih harus berkorban dengan semangat berinfak untuk pemenangan pemilu bahkan ada yang merelakan nyawanya demi sebuah bendera partai. Atas nama jihad siyasi seperti ajaran yang disampaikan oleh para petinggi PKS. Padahal secara ekonomi, masih banyak di antara mereka yang masih mengontrak bahkan tidak sanggup membeli sepeda motor. Sementara para pejabatnya, bergelimang harta. Dari sama-sama mengontrak rumah, kini sudah lebih dari satu rumah mewah dengan mobil dan atribut mewah, yang mencengangkan bukan saja kadernya tetapi juga masyarakat umum. Keikhlasan para kader mulai terusik. Tetapi mereka sangat mudah memaafkan dan memahami ketika dijawab oleh para tokohnya dengan dua kata kunci (tsiqoh/percaya dan tho’at/taat).
Sesaat suasana terkendali. Ternyata tidak untuk selanjutnya. Gejolak mulai muncul. Membesar dan terus membesar. Berbagai cara untuk mengendalikan perlawanan internal telah dilakukan. Dari cara halus seperti nasehat dan pengarahan. Hingga cara kasar seperti ancaman dan teror. Hasilnya, nol. Bahkan kekuatan yang menamakan diri sebagai kekuatan penyelamatan asholah dakwah itu semakin mengkristal dan meluas.
Sesungguhnya angka 8 belum lagi dipakai. Tetapi bibitnya sungguh telah terlihat nyata dan telanjang. Angka 8, sinyal perpecahan PKS.

Siratan Kuat Kematian PKS
“Kisah ghanimah dalam sejarah kita ajaib. Dan pelajaran yang diberikan kepada kita juga sangat ajaib.
Kekalahan-kekalahan kita bermula dari sebab ghanimah. Dan kita pun terhenti pada langkah terakhir perluasan kita karena ghanimah pula.
Maka, kisah ghanimah...adalah kisah kekalahan dalam sejarah kita!!”
Kata-kata di atas meluncur dengan begitu tegas, lugas, lantang dan tajam. Analisa cerdas seorang pakar sejarah Islam dari Mesir. DR. Abdul Halim ‘Uwais. Beliau mempunyai karya-karya tentang sejarah Islam. Analisa bisa dipastikan dalam dan tajam.
Termasuk analisa di atas. Bukan sebuah hipotesa yang belum terbuktikan. Tetapi hasil penelitian dari kajian panjang terhadap sejarah Islam. Kalimat tersebut di atas dimuat dalam karyanya yang berjudul:
أوراق ذابلة من حضارتنا
دراسة لسقوط ثلاثين دولة إسلامية
(Lembaran-Lembaran Lusuh Peradaban Kita: Studi keruntuhan 30 Daulah Islamiyyyah). Mungkin sebuah kebetulan atau tidak, kalimat di atas terdapat di halaman 8 versi buku yang bisa diunduh di internet.
Sekali lagi, kalimat di atas bukan sebuah hasil raba-raba. Tugas pembuktian telah dilakukan dengan sempurnya oleh Abdul Halim ‘Uwais. Ghanimah adalah kisah keruntuhan. Memang agak ironi nampaknya. Karena ghanimah semestinya bermakna kemenangan besar bukan justru keruntuhan. Tetapi, itulah faktanya.
Berikut ini pembuktiannya:
- Runtuhnya Ruh Jihad di Medan Uhud
Kekalahan pertama umat Islam terjadi pada Perang Uhud. Panglimanya langsung Rasulullah. Kemenangan yang sudah ada di depan mata dengan tunggang langgangnya musuh, tiba-tiba lenyap dalam hitungan yang tidak lama. Penyebab utamanya adalah para pasukan pemanah yang terdiri dari 50 orang di atas gunung ‘ainain (gunung rumah, hari ini). Mereka turun dan lupa perintah sang panglima agung Rasulullah yang melarang mereka turun apapun yang terjadi. Tugas mereka adalah menjaga punggung pasukan, dilarang keras turun hingga panglima memerintahkan mereka turun.
Ternyata mereka lupa. Lupa perintah Rasul. Ingatan mereka akan soliditas iman tertutup. Yang menutupnya adalah ghonimah. Menggiurkan tapi menipu. Membelalakkan tetapi menghancurkan. Semua turun berebut harta. Mereka berteriak-teriak, “Ghonimah...Ghonimah, teman-teman kalian menang, tunggu apalagi!”
Hanya tersisa...mereka yang mempunyai komitmen. Jumlah mereka lebih sedikit dari gebyar ramai-ramai memburu harta. Hanya 10 orang di antara mereka pimpinan para pemanah; Abdullah bin Jubair radhiallahu anhu yang berteriak-teriak mengingatkan perintah Nabi tetapi tidak digubris. Total mereka ada 50 orang. Jadi, hanya 20% yang masih komitmen dengan perintah Rasul. Sisa para penjaga perjuangan itu telah silau oleh harta.
Khalid bin Walid yang saat itu memimpin pasukan berkuda kafir Quraisy cerdas. Pasukan yang telah lari menuju ke Mekah, diputar kembali untuk menyerang dari arah lain setelah memutari gunung.
Kekalahan tak dapat terelakkan. Umat Islam kocar-kacir, sebagian lari, kaki mulia Rasulullah tergores karena terjeblos lubang, gigi beliau patah, patahan besi tameng menancap di pipi. Dan 70 shahabat-shahabat pilihan pun syahid.
Ya Rasulullah, engkau terluka. Karena ulah sebagian umatmu yang silau oleh dunia!
Maafkan kami yang belum bisa menyadarkan sahabat-sahabat kami yang melalaikan penjagaan dakwah karena kekuatan sihir harta!
Bahkan mereka menggunakan namamu, ya Rasulullah untuk melegitimasi perlombaan mereguk harta dan kini telah diajarkan secara luas!
Maafkan kami ya Rasulullah!


- Dan Terhentilah Langkah Andalus
Kekalahan besar yang mengakhiri perluasan muslim Andalus lebih jauh ke jantung Eropa terjadi pada Perang Bilath Syuhada’. Panglima muslimin kala itu Abdurahman al-Ghafiqi. Inilah muslim terakhir yang memimpin pasukan untuk melintasi pegunungan Baranis menuju ke Prancis. Mimpi penaklukan Prancis dan selanjutnya Eropa harus dipupus habis oleh setiap muslimin.
Al-Ghafiqi kalah. Dia gugur syahid. Di medang jihad Bilath Syuhada’. Dengan itu, pupuslah harapan muslimin untuk membuka Eropa melalui jalur Andalus. Sebab utamanya adalah ghanimah.
Memang, sejak awal umat Islam kokoh di Andalus, mereka sangat berambisi untuk bisa melewati pegunungan Baranis dan menaklukkan kota-kota di baliknya. Begitulah Musa bin Nushair mempunyai keinginan kuat untuk itu. Tetapi khalifah Walid bin Abdul Malik takut kalau pasukan muslimin dikeroyok di jalan yang belum mereka kuasai itu.
Kemudian Samh bin Malik al-Khaulani Pemimpin Andalus antara tahun 100-102 H berpikir untuk bisa melakukannya. Dia berhasil masuk hingga Kota Toulouse di selatan Prancis. Tetapi ia tidak bisa menguasainya bahkan terbunuh di sana. Pasukannya mundur.
Pemimpin Andalus yang baru Anbasah bin Suhaim al-Kalby melanjutkan penaklukan Eropa. Jalur penaklukan dirubah. Beberapa kota telah dikuasainya. Sayangnya ia tidak berpikir untuk mengamankan jalan kembalinya. Akhirnya ia pun terbunuh dan pasukannya kembali mundur.
Giliran Abdurahman al-Ghafiqi, sosok kokoh yang terus ingin merangsek masuk ke Eropa. Abdurahman adalah tokoh yang mempunyai kekuatan iman dan ingin membalas hal yang menimpa muslimin dengan terbunuhnya Samh.
Abdurahman telah mengumumkan jihad ke seantero Andalus bahkan sampai ke Afrika. Para relawan mujahid pun berdatangan dari berbagai penjuru negeri.
Para muslimin -arab atau barbar- bertemu dengan orang-orang kristen di dua kota Tourou dan Buwatih dekat dengan Paris. Pemimpin kristen adalah Charl Martil, salah satu menteri dan pemimpin istana. Dari pihak muslimin dipimpin oleh Abdurahman al-Ghafiqi.
Pertempuran sangat sengit terjadi selama tujuh hari berturut-turut. Jumlah pasukan asing lebih banyak dari pasukan muslimin. Kaum muslimin dalam perang itu sangat gigih. Dan hampir saja kemenangan diraih. Kalaulah bukan karena Ghanimah!!
Orang-orang Kristen mengetahui bahwa pasukan Islam membawa banyak harta ghanimah yang mereka peroleh sepanjang perjalanan menaklukkan kota-kota dari mulai Qordoba hingga Buwatih..
Kebiasaan Arab, ghanimah itu dibawa bersama mereka. Biasanya diletakkan di pasukan bagian belakang dengan pengawalan khusus. Sesungguhnya al-Ghafiqi telah mengkhawatirkan pasukannya terlena dengan harta banyak yang mereka bawa. Dan hampir saja ia memerintahkan agar harta itu ditinggal di negeri muslim. Tetapi perintah itu tidak jadi dikeluarkan karena takut membuat marah dan tersinggung pasukannya.
Celakanya, orang-orang Kristen memahami masalah harta yang memberatkan itu. Maka rencana mereka pun dijalankan. Sebagian pasukan Kristen mengganggu harta-harta yang diletakkan di dalam tenda. Hal ini membuat pasukan yang ada di bagian depan beramai-ramai ke tenda melindungi harta mereka. Mereka tidak sadar bahwa ini hanya taktik pasukan Kristen. Dengan mundurnya pasukan bagian depan ke belakang, maka susunan pasukan menjadi kacau. Sebagian pasukan berputar balik untuk menjaga harta ghanimah, sementara sebagian lain harus melayani serangan pasukan Kristen dari arah depan.
Abdurahman sang panglima berupaya maksimal untuk merapikan kembali barisan pasukan muslimin. Tetapi sia-sia. Sebuah panah melesat ke arahnya dan gugurlah ia. Pasukan muslimin tak lagi mempunyai panglima. Mengetahui itu, pasukan Kristen memperketat serangan yang datang dari berbagai arah. Dan terbunuhlah banyak sekali pasukan muslimin.
Tahun 114 H / 732 M itu terhitung merupakan akhir skenario besar untuk langkah perluasan Islam ke jantung Eropa.
“Kemudian terhentilah perluasan itu...karena kilau harta mengalahkan cahaya iman!!” Abdul Halim ‘Uwais menarik benang merah kesalahan yang tidak boleh terulang hari ini.
Bahkan ia tajamkan lagi,
“Orang-orang yang berguguran dalam mengais harta ghanimah tidak mungkin sukses dalam mengangkat panji aqidah atau peradaban.” (Auraq dzabilah min hadharatina, h. 10)
Bukan hanya itu, umat Islam harus menutup buku peradaban mereka di Andalus karena harta. Peradaban besar Islam di Andalus benar-benar runtuh dengan runtuhnya Granada. Tahun 1499 M masjid-masjid ditutup dan shalat resmi dilarang di seantero wilayah kebesaran Islam itu. Innalillahi wa inna ilahi raji’un.
Tetapi sangat mengejutkan. Sangat mencengangkan. Ternyata Andalus tidak runtuh karena serangan pasukan Kristen. Tidak pula karena rugi dalam peperangan.
Ambisi materi duniawi. Negeri muslim itu dijual. Oleh para pemimpinnya. Dengan harta sangat murah. Sampah dunia. Sekelumit harta dunia. Dan Andalus pun hilang untuk selamanya. Hingga hari ini.
Menangis kita membaca akhir kisah Andalus. Sekali lagi Inalillahi wa inna ilahi raji’un.
Dalang penjualan Granada kota muslim terakhir adalah dua menteri dan satu ahli agama. Dua menteri adalah: Abul Qasim al-Malih dan Yusuf bin Kamasyah dan satu ahli agama: al-Baqini. Kedua pemimpin itu mengirim surat penjualan Granada di mana di antara isinya, mereka menyebut bahwa muslim yang tidak menyetujui penyerahan Granada dengan ungkapan, “...Saya berharap Anda semua yakin bahwa saya adalah pelayan mulia yang tulus untuk tuan mulia, hanya saja para penduduk kota (Granada) wawasan mereka belum matang dan belum terbuka!”
Begitulah, diam-diam tanpa sepengetahuan masyarakat muslim, Granada dijual dengan cara mengecam saudara sendiri sesama muslim. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.
DR. Abdul Halim ‘Uwais juga menulis buku tentang penyebab keruntuhan Andalus:
التكاثر المادي وأثره في سقوط الأندلس
(Bermegah-megahan materi dan dampaknya bagi keruntuhan Andalus).
Berikut penjelasan penutup dari buku itu,
“Sesungguhnya isi perjanjian penyerahan dan surat menyurat antara dua pihak –tanpa diketahui oleh masyarakat muslim- meyakinkan bahwa hal tersebut adalah penjualan yang dikangkangi oleh suap dan hadiah-hadiah kotor. Hal ini (keruntuhan Andalus) bukan disebabkan kerugian karena perang atau kehancuran negeri...tetapi penyembahan terhadap materi!”
Bukan hanya ‘Uwais yang menganalisa tentang harta yang menjadi sebab keruntuhan umat Islam dalam sejarahnya. Abbas Mahmud al-‘Aqqad dalam bukunya ‘Abqariyyatu Umar (kejeniusan Umar, h. 112) pun menyampaikan hal yang senada.
Abbas al-Aqqad mengomentari pembangunan kanal di masa Umar bin Khattab, antara sungai nil dan Laut Qolzam (Laut Merah) yang selesai kurang dari setahun yang dinamai kanal amirul muknimin. Bahwa kesederhanaan yang sangat dijaga oleh Umar untuk menjaga agar rakyat biasa hidup sederhana dan pasukan jihad tidak terlena. Dan inilah kesimpulannya,
“Kemegahan bangunan dalam sebuah negara adalah awal kelemahan dan kehancuran aqidah masyarakat.”

Begitulah ghanimah menjadi kisah kekalahan umat saat seharusnya merupakan awal kemenangan. Jika harta menjadi sebuah pemahaman bersama dan kemewahan yang menggeser kesederhanaan dengan berbagai dalihnya.
Dengan kajian ini, maka angka 8 menjadi dua sinyal. Sekecil-kecilnya adalah sinyal perpecahan di tubuh PKS. Dan maksimalnya adalah merupakan langkah akhir PKS di negeri ini.

Wallahu a’lam
Mahmud Rivi

Bahan Bacaan:
1. ‘Abqaraiyyah ‘Umar, Abbas Mahmud al-‘Aqqad
2. Al-Rahiq al-Makhtum, Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri
3. At-Takatsur al-Maddi wa atsaruhu fi suquth al-Andalus, Abdul Halim ‘Uwais
4. Dirasah lisuquth tsalatsina daulah islamiyyah, Abdul Halim ‘Uwais
5. Shahih Bukhari
6. Shahih Muslim
7. Siyar A’lam al-Nubala, adz-Dzahabi
8. Tarikh gahzawat al-‘Arab fi Faransa wasuwaisra wa ithaliya wa jazair al-Bahr al-Mutawassith, Amir Syakib Arsalan
baca selengkapnya »»