11 Desember 2008

Kami berkoalisi dengan Rakyat
Dr. Mahdi Akif, Mursyid 'Aam Ikhwanul Muslimin

Sikap Ikhwan terhadap penguasa tetap tidak pernah berubah. Walaupun Ikhwan membuka pintu koalisi, tetapi jika pemerintah berbuat salah, Ikhwan akan dengan tegas menyuarakan dan melawannya. "Kami selalu bersama rakyat, itu yang terpenting!" Ujar Mursyid Aam, Mahdi Akif.


Bagaimana konsep koalisi yang diusung Ikhwan sebenarnya?

Saya tidak bisa menganjurkan rakyat Mesir yang telah mengalami segala kekacauan, dan kemudian kita melawan bentuk-bentuk kriminalitas, serta berbagai ujian, hanya atas nama Mesir. Kami akan melawan semua kejahatan yang ditujukan terhadap Ikhwan, partai-partai, dan negara, karena kami yakin, Allah akan menolong kita.

Apa yang terjadi di Amerika sungguh sesuatu yang tak terbayangkan. Resesi ekonomi saat ini, yang menghancur-leburkan, datang karena tirani, nilai dan perilaku yang baru dalam sistem kapitalis yang mereka yakini sebagai ideologi. Mereka semua paham akan hal itu, termasuk Presiden Prancis Nicholas Sarkozy dan pemimpin-pemimpin Barat lainnya. Ini masalah sistem kapitalis yang bathil, tanpa moral, tanpa nilai, dan sistem ini merusak semua prinsip hidup manusia yang legal.

Dan, apa yang terjadi di Palestina, Afghanistan, Iraq, Somalia, dan Sudan tidak bisa diterima—sesuatu di luar nalar kekuasaan dan kemampuan akal sehat. Walaupun dibandingkan dengan Turki yang sudah mulai menggunakan pesawat tempur seperti Bush untuk menyerang suku Kurdi. Dan, sebenarnya Turki adalah negara Islam dan suku Kurdi sendiri orang Islam. Mengapa kita tidak duduk bersama dan bernegosiasi? Mantan Perdana Menteri Turki, Profesor Erbakan pernah mengatakan kepada saya, bahwa dia sedang menyiapkan sebuah program dengan suku Kurdi tanpa menggunakan senjata. Semuanya itu mungkin.


Kami juga menyatakan: “Ayo rakyat Mesir, datang dan berdialoglah! Lupakan semua yang pernah kita hadapi, untuk tanah air ini dan juga masa depannya”. Saya juga menggunakan bahasa ini pada rejim yang sedang berkuasa, tapi saya tahu tampaknya mereka tidak mendengarkan.

Banyak pihak yang mengartikan tindakan seperti itu kepada penguasa hanya sesuatu yang palsu, bahwa sebenarnya anda mendukung rejim berkuasa?

Itu gila. Siapapun yang menuduh seperti itu hanya ingin menggoyahkan Ikhwan. Kami hanya berkata kepada mereka: “Ayo kita berpikir dan duduk bersama untuk negeri ini. Kami tidak mencari keuntungan pribadi.

Kami melakukan ini semua untuk Negara ini”. Ketika kami bertemu dengan partai-partai, kami mengatakan, “Negara kita, Mesir!”—kami tidak pernah menyebutkan Ikhwan. Maka, ketika kami berkumpul dalam pertemuan partai politik tahun 1990, saya mengatakana bahwa kami setuju dalam segala hal. Kecuali, kebebasan, sirkulasi kekuasaan, dan penghancuran hukum.

Tapi sekarang, setiap orang bebas mengemukakan agenda dan ideologinya. Kita hanya perlu menghormati prinsip-prinsip itu dan kemukakan program yang anda rencanakan.


Sebagai contoh, kami mengemukakan platform partai dan mengumumkannya dan juga mengirim berkasnya kepada para kaum intelektual. Saya katakan kepada mereka “Kami mengharapkan pandangan anda.” Tapi, keesokan harinya kami diserang oleh media, karena mereka salah paham. Saya bertemu dengan sebagian dari mereka dan saya mengatakan: “Bukankah saya mengirimkan kepada anda surat yang tertutup, dan meminta anda untuk menjawab kepada saya, bukannya kepada pers? Mereka minta maaf, semuanya mengatakan itu sebuah kesalahan.

Anda membicarakan Ikhwan yang memberikan manfaat kepada negara ini, dan hal ini tidak bisa diartikan sebagai sebuah perjanjian. Ramadhan yang baru lewat, anda mengundang beberapa elit politik dan tokoh terpandang di negeri ini. Semuanya setuju pada agenda bersama—bagaimana Ikhwan merealisasikan agenda itu, mengakhiri kondisi darurat, membuka kebebasan berpartai, memberikan rasa aman pada pemindahan kekuasaan, dan menerbitkan media dengan bebas?

Kami serius dalam melaksanakan hal ini. Beberapa hari ini, kami bertanya-tanya apa yang terjadi terhadap koalisi ini—pada pihak yang kontra dan pro. Kami tidak ingin mengulangi pengalaman yang sama; kami hanya ingin membangun koalisi dengan seluruh kekuatan politik dan rakyat, untuk duduk bersama dan merumuskan agenda melalui prinsip-prinsip yang jelas, dan kami bisa memperbaiki negara ini dan mengeluarkannya negara ini dari tirani dan krisis.

Apa ada jaminan bahwa Ikhwan akan menggunakan kekuatan politiknya untuk melakukan semua itu?

Prinsip dan kebijakan kami sangat jelas. Seorang professor atau doktor yang berbicara tentang Ikhwan menyimpulkan: “Saya membedakan Ikhwan dengan pendekatan ideologi yang dimiliki oleh Ikhwan itu sendiri.” Orang-orang seperti professor ini seharusnya lebih dihormati. Tapi saya heran terhadap mereka yang hanya mengulangi apa yang mereka dengar tanpa pemahaman. Apakah mereka sudah mempelajari prinsip Ikhwan dan kemudian membedakannya? Ataukah mereka mempelajari sejarah Ikhwan? Saya menyambut baik diskusi yang rasional berdasarkan opini dan kajian, bukan cuma desas-desus di media. Tapi, jika ada orang yang seperti itu ingin membuka dialog, saya selalu terbuka.

Syukur kepada Allah, Ikhwan mempunyai kemampuan untuk mendengarkan seluruh orang dan berbicara kepada mereka. Kami tak akan pernah tergesa-gesa mencapai tujuan dan prinsip kami, dan kami tak akan melangkahi sasaran yang hendak kami wujudkan. Ini bukan sebuah proyek semu, tapi ini sebuah proyek yang berdasarkan Islam dan sejarah.

Apa agenda reformasi nasional? Apakah termasuk menyetujui suksesi Presiden Hosni Mubarak?

Sejauh ini saya tidak pernah mengontak pemerintah. Ini membuat saya bingung tapi saya tidak peduli, apakah mereka juga menghubungi atau tidak. Saya bersama rakyat, saya terus berhubungan dengan rakyat, dan saya tidak peduli siapa yang menangani suksesi presiden.

Karena saya tahu, agenda dan kekuasaan yang tiranik telah membedakan kami dengan semua yang ada sekarang ini. Sekiranya kita hidup di negara yang bebas dan menerapkan demokrasi yang sesungguhnya, saya pasti akan mengatakan itu. Sekarang, semuanya sia-sia, karena isu seperti ini tidak akan pernah selesai.

Untuk opini publik, saya pikir orang percaya kepada kami dalam menolak hukum yang dibikin oleh manusia, oleh Gamal Abdul Nasser, dan yang lainnya. Ketika saya ditanya tentang Gamal (anak Hosni Mubarak), ketika pertama kali muncul, saya menegaskan: “Dia seorang warga negara yang mempunyai hak untuk mengikuti pemilihan umum. Ini adalah hal yang normal.”

Dan rakyat pun punya hak untuk memilih, tapi ketika mereka merevisi konstitusi untuk menggunakan pasal yang sudah diubah untuk kepentingannya, saya menyatakan: “Jika dia ingin menjadi presiden, dia harus meninggalkan istana ayahnya dan berbaur dengan rakyat!”. Jadi dia bisa melihat apa yang bisa dia lakukan untuk rakyat Mesir. (Sa)
baca selengkapnya »»
Hujatan terhadap Dakwah Al-Banna
Metode yang ditempuh harakah Ikhwan dalam hal ini, juga telah dijelaskan oleh Muhammad Fathy Utsman dalam kitabya "As-Salafiyah fi al-Mujtama'at al-Mu'ashirah, Manhajiyatu al-Ustadz Hasan al-Banna min Khilal Mudzakkiratihi" (Salafiyah di Era Masyarakat Modern, Manhaj Ustadz Hasan al-Banna dalam Memorandumnya).


Dalam buku itu disebutkan:
"Sejak usia muda, Hasan al-Banna sangat memegang teguh amalan sunnah, hingga dalam hal pakaian. Ketika masih menjadi pelajar di sekolah pendidikan guru, beliau mengenakan ‘imamah, memakai sandal untuk ihram waktu haji, sorban yang beliau simpangkan di atas jubah, dan memelihara janggut.

"Ketika direktur madrasah bertanya tentang pakaian tersebut kepadanya, Hasan al-Banna menjawab, sebagaimana tertulis dalam mudzakkirahnya, 'Pakaian seperti ini adalah sunnah.' Sang kepala sekolah lalu menimpali, 'Apakah engkau sudah mengamalkan semua sunnah-sunnah Rasul, sehingga tidak tersisa kecuali sunnah dalam berpakaian?'

"Al-Banna mengatakan, 'Saya belum mampu melakukan semua sunnah, dan kita memang sangat kurang dalarn hal tersebut. Akan tetapi apa yang kita mampu melakukannya, hendaknya kita lakukan."

Di awal da’wahnya di Ismai’iliyah, beliau menghadapi perpecahan klasik antara ansharu sunnah (kelompok pendukung sunnah) dan Thuruqiyah (kelompok pengikut tarekat sufi).

Dalam mudzakkirahnya, beliau menuliskan bahwa di suatu malam ketika menyampaikan pelajaran yang beliau di masjid kecil, salah seorang hadirin bertanya tentang tawassul. Al-Banna menyadari gelagat perpecahan dan permusuhan yang akan terjadi melalui pertanyaan itu.

Beliau mengatakan:
"Saudaraku, saya kira anda tidak akan bertanya pada saya tentang masalah ini saja. Tapi anda ingin bertanya juga tentang shalawat dan salam yang dibaca setelah adzan, tentang membaca surat al-
Kahfi pada hari jum 'at, tentang lafadz “sayyidina" dalam tasyahud, tentang kedua orang tua Nabi saw. di mana kuburan mereka berdua, tentang membaca al-Qur'an apakah pahalanya sampai kepada mayyit atau tidak, tentang kumpulan-kumpulan yang diadakan pengikut thariqat, apakah termasuk ma'shiat atau
Qurbah (mendekatkan) pada Allah... ?"

Hasan al-Banna menyadari posisi dan tema-tema yang menjadi perselisihan dan perdebatan. Beliau ingin menghadapi krisis dan perselisihan ini melalui metode yang baik.

Beliau melanjutkan:

“Setelah itu, aku terus merinci masalah-masalah khilafiyah yang memicu fitnah klasik dan perselisihan sengit di kalangan masyarakat kepada si penanya. Orang itu terkejut, katanya: 'Ya, saya ingin mendengar jawaban anda tentang masalah itu seluruhnya.'

"Aku katakan kepadanya: 'Saudaraku, aku bukanlah seorang alim. Aku hanya seorang guru yang hafal beberapa ayat al-Qur'an, hadits Nabi, serta beberapa hukum agama yang saya peroleh lewat mempelajari kitab-kitab dan aku ingin mengabdikan hal itu dengan mengajarkannya pada manusia. Bila anda keluarkan saya dari lingkaran itu, artinya anda telah menyakitiku.

"Orang yang mengatakan 'Aku tidak tahu' berarti ia telah berfatwa. Bila ada beberapa hal yang engkau sukai dari kebaikan yang aku ucapkan dan sebutkan, dengarkanlah dengan baik. Tapi bila anda ingin memperluas pengetahuan silahkan tanya para ulama dan tokoh selainku yang dapat memberi fatwa apa yang anda inginkan. 'Sampai di sinilah batas kapasitas ilmuku. Dan Allah tidak membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya.'

"Si penanya tampaknya setuju dan tidak melontarkan jawaban kembali. Dengan cara seperti inilah, ia mengurai permasalahan. Para hadirin pun merasa tenang dengan penyelesaian tersebut.
Meskipun demikian, aku tak ingin kehilangan kesempatan.

"Aku kembali mengatakan kepada mereka: 'Saudara-saudaraku sekalian, aku tahu sekali apa yang dikehendaki si penanya dan
mungkin juga diinginkan oleh para hadirin sekalian. Yaitu, ingin mengetahui, kira-kira berdiri di pihak manakah guru baru ini? Apakah aku dari kelompok Syaikh Musa, atau Syaikh Abdus Sami'?
(Keduanya adalah tokoh yang mengepalai kelompok anshar sunnah dan thariqat).

"Mengetahui masalah ini sebenarnya, tak ada manfaatnya bagi kalian. Cukuplah selama delapan tahun kalian tenggelam dalam cuaca fitnah perpecahan. Masalah-masalah ini telah diperselisihkan oleh kaum muslimin selama ratusan tahun, dan sampai sekarang pun mereka masih memperselisihkannya.

"Allah swt. meridhai kecintaan dan persatuan di antara kita, dan membenci perselisihan dan perpecahan. Aku harap kalian berjanji kepada Allah untuk meninggalkan masalah ini sekarang juga dan bersungguh-sungguh mempelajari berbagai landasan dan prinsip dalam agama.

"Lalu kita menerapkan akhlaqnya, keutamaannya, serta anjurannya yang telah ditetapkan di dalamnya. Melakukan amal yang wajib dan sunnah, meninggalkan sikap takalluf (berlebihan), sampai jiwa kita menjadi bersih. Dan maksud kita seluruhnya adalah mengetahui yang haq, bukan hanya menjadi pendukung salah satu pendapat.

"Pada saat itulah, kita dapat mempelajari masalah-masalah ini seluruhnya secara bersama di bawah naungan cinta, percaya, persatuan dan keikhlasan.'


"Selanjutnya, sebelum selesai dari pengajian malam itu, kami bertekad untuk menjadikan orientasi kami saling tolong menolong, mengabdi pada Islam yang hanif, bersatu dalam beramal untuk Islam, membuang perselisihan, sementara masing-masing berpegang pada pendapatnya, sampai Allah swt. menetapkan apa yang pasti terjadi.

"Dengan pertolongan Allah, setelah itu program pengajian rutin terus berjalan, dan benar-benar jauh dari suasana perselisihan."

Hasan al-Banna berusaha membentuk pemikiran para pendengarnya, membentuk anggota jama'ahnya secara bertahap dan secara perlahan membawa mereka ke arah aqidah yang benar.
Bersama-sama melangkah pada pemahaman salaf terhadap hakikat-hakikat agama dengan kemudahan, memelihara agar jama'ahnya tidak justeru menambah jumlah satu bentuk aliran tarekat
lain dari tarekat shufi yang ada, dan menuntun manusia jauh dari fenomena tersebut.

Kalaulah bukan karena benturan langsung yang menghantam jama’ah, niscaya pengaruhnya bergolak di Mesir, di seluruh lapisan masyarakat.

Dalam mudzakkirahnya, al-Banna menuliskan:
"Sebenarnya, aku tak menginginkan da'wah dengan cepat menyebar sebagai satu jalan yang khusus. Hal ini dilatarbelakangi berbagai sebab, dan yang paling penting adalah aku tak ingin masuk dalam
arena permusuhan dengan para pendukung tarekat lain. Dan aku tak ingin justeru membuat kaum muslimin lari, tidak juga mengabaikan salah satu sisi dari sisi ishlah (perbaikan) yang diajarkan Islam.

"Aku ingin sungguh-sungguh menjadikan da'wah ini merata, tegak di atas ilmu, tarbiyah (pembinaan) dan jihad. ltulah rukun-rukun dawah Islam secara global."

Upaya al-Banna untuk menghindari benturan dengan kelompok-kelompok tarekat dan selain mereka dari organisasi-organisasi keagamaan ternyata tidak menutup kemungkinan pihak selain beliau memancing percekcokan dan benturan.

Kenyataan banyaknya manusia yang kagum dengan metode da'wahnya, kemudian mereka yang mengelilinginya, juga penghormatan mereka kepada para aktivis dawah ikhwan, memunculkan fitnah kedengkian dan dendam dalam hati orang-orang yang mempunyai ambisi tertentu.

Mereka kemudian menggambarkan da'wah dan para da'i dengan berbagai penggambaran buruk ke hadapan manusia. Antara lain. mereka menuduh ikhwan sebagai madzhab kelima, para da'inya adalah pemuda bau kencur yang gegabah, menggunakan kedok da'wah untuk ambisi meraih keuntungan, berdusta dan memakan harta manusia secara bathil dan lain sebagainya.

Mereka menulis surat kepada penguasa Mesir saat itu, dan merangkum semua hal aneh di dalamnya tentang da'wah. Di antaranya disebutkan bahwa Ustadz al-Banna adalah seorang komunis yang mempunyai hubungan dengan Moskow, mendapat kucuran dana dari intelejen sana.

Juga dikatakan bahwa beliau adalah utusan partai Wata (sebuah partai oposisi yang melawan pemerintah saat itu) dan bekerja melawan sistem pemerintah yang tengah berkuasa.

Mereka menuding Hasan al-Banna yang menerangkan peri kehidupan Abu Bakar Shiddiq dan Umar bin Abdul Aziz radhiallahu ‘anhum dalam pengajiannya adalah dalam rangka untuk mengkritik pemerintah Mesir saat itu.

Namun semua tipu daya ini gagal. Hasan al-Banna justeru dikenal sebagai orang yang sangat iltizam dengan sunnah secara praktis, dan menghindari debat mulut di depan umum. Hanya bila ada kesempatan untuk memberi nasihat, beliau manfaatkan kesempatan tersebut dengan hikmah dan nasihat yang baik.

Pernah terjadi, di suatu malam bulan Ramadhan, ketika seorang hakim bersama beberapa tokoh dan pejabat kota datang mengunjungi kota Isma'iliyah.

Disebutkan dalam mudzakkirahnya:
“Seorang hakim datang membawa beberapa cangkir terbuat dari perak kepada kami. Ketika tiba giliranku, aku meminta agar cangkir perak itu diganti dengan cangkir dari kaca saja. Hakim tersebut
memandangku sambil tersenyum. Ia mengatakan bahwa masalah itu masih diperselisihkan oleh para ulama, dan memerlukan pembicaraan yang panjang. Mengapa kita sampai terlalu keras terhadapmasalah ini.

Aku berkata: "Tuanku, masalah ini memang masih diperselisihkan, kecuali dalam masalah menggunakannya dalam hal makan dan minum. Hadits yang melarang hal ini muttafaq'alaih. Tak ada celah bagi kita untuk melakukannya.

Seorang hakim kota yang juga ada dalam majelis tersebut akhirnya turut berbicara, ia mengatakan: "Tuanku, selama di sana ada nash, maka nash yang lebih patut dihormati. Kita memang tidak diharuskan mencari apa hikmah di balik itu. Tapi cukup mengamalkan nash sampai suatu saat nyata hikmahnya. Pertama kali, kita harus melakukan isi nash dahulu. Kemudian bila temyata kita tahu hikmahnya, maka kita telah melakukannya. Tapi bila tidak, tidak lain itu karena kedangkalan kita. Bagaimanapun beramal adalah kewajiban."

Dalam mudzakkirahnya, al-Banna lalu menyebutkan:
"Kesempatan yang tepat. Dan aku berterima kasih pada hakim kota. Aku katakan kepadanya: "Bila anda telah memutuskan demikian, maka lepaskanlah cincin ini, karena terbuat dari emas, dan nash
telah mengharamkannya."

(Setelah sedikit dialog) Hakim kota melepaskan cincinnya di hadapan orang-orang yang memandang sikap ini sebagai bentuk amar ma'ruf, nahyul mungkar, atau nasihat karena Allah.

Hasan Al Banna Pengamal Sunnah bukan pembuat bid'ah

Dalam kesempatan lain, Hasan al-Banna dan beberapa Ikhwan berfikir untuk menghidupkan sunnah melalui shalat 'Id di tanah lapang.

Al-Banna mengatakan: " Aku dikejutkan dengan serangan kasar
dari orang-orang yang mencari celah untuk menghantam da'wah dengan menyebutkan bahwa ide tersebut adalah bid'ah, menyia-nyiakan masjid, fatwa sesat, dan, siapa yang mengatakan bahwa
jalanan lebih baik dari pada masjid... ?

Kebetulan saat aku sedang melakukan i 'tikaf sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan di masjid al-Abbasi. Banyak orang yang datang dan menanyakanku tentang masalah "bid'ah baru" tersebut.

Aku terkejut dengan tuduhan yang tanpa dasar terhadap ide shalat 'Id di tanah lapang.

Selanjutkan saya jelaskan hukum agama dengan mudah, dan tidak terikat. Aku sampaikan kepada mereka beberapa nash fiqih dalam masalah ini, dan aku tetap berupaya menghindari perdebatan. Aku pesankan mereka untuk tetap menjaga persatuan dan jauh dari permusuhan."

Hasan al-Banna telah menentukan untuk diri dan jama'ahnya strategi tertentu dalam masalah ini, guna memelihara apa yang mereka ketahui dari sensitifnya masyarakat setempat terhadap
masalah perselisihan masalah-masalah keagamaan.

Di samping itu, mereka juga dekat dengan zaman perselisihan-perselisihan masa lalu. Karenanya, al-Banna mengatakan:
"Saya menetapkan untuk tidak melangkah kecuali setelah lebih dulu konsultasi dengan para ulama, dan mereka sama-sama sepakat untuk melakukan sesuatu.

"Bila mereka sepakat, maka saya lakukan, namun bila tidak, maka terhimpunnya berbagai pendapat di atas perbedaan yang ada, itu lebih baik daripada munculnya perpecahan dan hancurnya persatuan karena menentukan mana yang lebih baik. Meskipun begitu, mayoritas ummat Islam, bila telah menyaksikan suatu kebenaran, toh mereka siap menjadi pendukungnya dan menerima usul tersebut.

"Akhirnya, kaum muslimin sepakat terhadap kebenaran dan sunnah. Mereka mengumumkan bahwa shalat akan dilakukan di tanah
lapang. Dan hal tersebut sungguh-sungguh dilaksanakan."

Dalam hal ini, Hasan al-Banna sedapat mungkin memelihara diri dari benturan dan serangan. Melalui setiap pengajian-pengajiannya, beliau menyentuh bab aqidah yang benar, membangunnya, menguatkannya dan mengokohkannya sesuai dengan arahan al-Qur' an, hadits-hadits Rasul saw. dan sirah para salafushalih.

Beliau tidak menyampaikannya melalui landasan pada teori-teori filsafat atau fiqih, tapi mengajak para pendengarnya untuk melihat sisi keagungan Allah swt di alam semesta ciptaan-Nya, kebesaran sifat-sifat-Nya, peringatan terhadap akhirat, dengan tetap terikat pada keagungan al-Qur'an.

Al-Banna tidak serta merta menghancurkan pemahaman aqidah yang keliru kecuali setelah berhasil membangun kokoh landasan aqidah yang benar. Sebab pada hakikatnya, mudah sekali menghancurkan sebuah bangunan manakala sebuah bangunan kokoh telah berdiri.

Waktu terus berputar, pemikiran al-Banna semakin mengkristal, tidak hanya tercermin dalam bentuk iltizamnya kepada pemahaman Islam para salafushalih, tapi juga dalam bentuk perlawanannya secara terang-terangan kepada mereka yang bertentangan, baik perkataan, dan perbuatan, dengan pemahaman salafushalih terhadap Islam.

Pada akhir mudzakkirahnya yang diselesaikan pada tahun 1350 H atau 1931 M itu, al-Banna menceritakan seseorang yang datang ke
kota Isma'iliyah dan menyeru masyarakat agar bergabung pada aliran tarekatnya.

Hasan al-Banna berkata pada dirinya sendiri: "Sesungguhnya aku hanya memposisikan diri untuk berda'wah kepada sesuatu yang kupandang sebagai jalan terbaik untuk ishlah kepada Islam. Tapi orang-orang seperti mereka ingin merubah da'wah, dan membentuknya sesuai keinginan mereka. Hal itu tidak aku
ingini."

Sekarang sudah tiba saatnya, di mana sebelumnya aku cenderung menyingkirkan diri dari semua propaganda yang rancu, kini aku paparkan tujuan ishlah kepada Islam yang intinya adalah kembali pada al-Qur'an dan sunnah rasul-Nya, membersihkan akal dari semua khurafat dan waham, dan mengajak manusia kembali pada petunjuk Islam yang hanif."
baca selengkapnya »»