09 Desember 2008

Sasaran dan karakteristik dakwah ikhwan

Persatuan takkan terwujud tanpa rasa cinta. Tingkat cinta yang paling rendah adalah kedamaian hati (salamatu shadr), dan yang paling tinggi adalah mendudukkan orang lain lebih tinggi dari sendiri (itsar). (Buku Ikhwanul Muslimin; Deskripsi, Jawaban Tuduhan, dan Harapan Oleh Syaikh Jasim Muhalhil)


Karakter Pertama: Ikatan Keimanan yang Kuat dalam Dakwah yang Dibangun di atas Ukhuwwah
HAL ini yang pernah disebutkan oleh Ustadz Hasan al-Banna rahimahullah dalam rukun kesembilan:

“Yang dimaksud dengan ukhuwah adalah, perpaduan hati dan ruh dengan aqidah. Aqidah merupakan tali pengikat yang paling kuat dan tinggi. Ukhuwwah adalah pasangan iman, sedangkan berpecah belah (tafarruq) adalah pasangan kekufuran. Kekuatan paling utama berpangkal pada kekuatan persatuan (quwwatul wihdah)."

Persatuan takkan terwujud tanpa rasa cinta. Tingkat cinta yang paling rendah adalah kedamaian hati (salamatu shadr), dan yang paling tinggi adalah mendudukkan orang lain lebih tinggi dari sendiri (itsar).
Allah swt. berfirman:

"Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Danmereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin), dan mereka mengutamakan (orang- orang Muhajirin), atas diri merekasendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. al-Hasyr: 9).

Seorang ikhwan sejati memandang saudaranya lebih utama dari dirinya. Sebab, jika ia tidak berbuat demikian maka saudaranya yang lain pun tidak memandangnya lebih utama dari dirinya. Bila mereka tidak memandang dirinya lebih utama, maka ia tidak akan memandang mereka lebih utama.

“Sesungguhnya serigala hanya akan memangsa kambing yang memisahkan diri dari kelompoknya.” (Dikeluarkan oleh Ahmad (5/196;4/446); Abu Daud (548), Nasa'i (2/82-83). Dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)

“Dan orang-orang mu'minin dan mu'minat masing-masing mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian lainnya. Memerintahkan pada yang ma’ruf dan melarang yang mungkar.” (QS. at-Taubah: 71).

Ikhwan bersandar pada sesuatu yang dapat menjadikan ukhuwwah itu dapat lestari, yakni melalui sikap ta'at kepada Allah 'Azza wa Jalla. Tak ada yang dapat memelihara ukhuwwah sebagaimana pemeliharaan sikap ta'at kepada Allah dan menjauh dari semua kema'shiatan kepada-Nya. Ukhuwwah yang berdiri di atas taqwa akan terus berlaku baik di dunia hingga akhirat.

"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa." (QS. az- Zukhruf: 67)
Dan tak ada yang dapat memelihara ukhuwwah dari kehancuran sebagaimana keampuhan perisai iman dan amal shalih.

Allah swt. berfirman, “...Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh, dan amat sedikitlah mereka ini...” (QS. Shad: 24)

Karena itulah, Iblis la'natullah tidak menyukai mekarnya rasa cinta dan ukhuwwah di antara para juru da'wah. Iblis selalu berupaya menyulut perselisihan antar mereka. Seorang Ikhwan hendaknya selalu berkata yang paling baik, dan perbedaan pendapat di antara mereka hendaknya tidak merusak wujud rasa kasih dan cinta antar-mereka.

Karakter Kedua: Ikatan Organisasi (Tanzhim) yang Kokoh Dibangun di atas Rasa Percaya (Tsiqah)
Inilah ikatan yang pernah diterangkan oleh Ustadz al-Banna rahimahullah dalam rukun kesepuluh:

"Yang dimaksud dengan tsiqah adalah ketenangan hati seorang jundi (prajurit) kepada pimpinannya dalam hal kemampuan dan keikhlasannya. Sebuah ketenangan yang dalam hingga menghasilkan rasa cinta, penghargaan, penghormatan dan ketaatan."

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. an-Nisaa: 65)

Pemimpin adalah bagian dari da’wah. Tak ada da’wah tanpa pemimpin. Tingkat tsiqah secara timbal balik antara pemimpin dan jundi, adalah parameter kekuatan organisasi sebuah jama’ah,kekuatan strategi, kesuksesannya dalam mencapai tujuan dan dapat mengalahkan semua kendala dan kesulitan yang menghalangi jama’ah mencapai tujuannya.

"Dan orang-orang yang beriman berkata, "Mengapa tiada diturunkan suatu surat?" Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamulihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka. Taat dan mengucapkanperkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikianitu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad:20-21)


Beberapa Kesalahan dalam Membangun Tsiqah
1. Pemimpin yang menuntut tsiqah dari para anggotanya, tanpa disertai penunaian mahar tsiqah itu sendiri.Tsiqah terhadap pimpinan takkan terwujud melalui tuntutan belaka, tapi melalui perasaan yang tumbuh dalam diri jundi tentang kemampuan pemimpinnya, kelayakannya, kebijaksanaannya, yang diperoleh melalui sentuhan hubungan secara langsung, beramal dan melalui sikap-sikap harian pemimpinnya. Inilah yang dimaksud dengan mahar tsiqah.

2. Pemimpin yang tak mampu menanam, memelihara dan membangun rasa tsiqah.Semakin banyak ia berhubungan dengan anggota, semakin lemah rasa tsiqah anggota kepadanya. Kondisi ini dapat terjadi, baik lantaran ketidaktahuan pemimpin tentang cara berinteraksidengan jiwa manusia, karena kelalaiannya, atau karena ia tidak dapat membina orang-orang yang ada di sekelilingnya dan tidak mampu menjalin hubungan dengan mereka.


Beberapa hal yang dapat membantu tumbuhnya rasa tsiqah:

1. Tidak terburu memvonis salah seorang anggota jama'ah secara tidak hak.

2. Perasaan setiap anggota dalam harakah tentang kebenaran sebuah kebijakan dan tindakan pimpinan. Karenanya, setiap kebijakan dari pimpinan harus disertai latar belakarang ataualasan, terkecuali dalam kondisi darurat menyangkut keamanan jama'ah (amniyah).

Karakter Ketiga: Saling Melengkapi dalam Bangunannya

Ini merupakan karakter istimewa dalam da'wah Ikhwan, sebagaimana dikemukakan oleh Syaikh Hasan al-Banna rahimahullah:

"Kita bukan partai politik, meskipun politik yang berpijak di atas prinsip Islam merupak inti fikrah kami. Kita bukan organisasi jasa sosial, meskipun amal sosial kebajikan termasuk dalam tujuan-tujuan agung kita. Kita bukan tim olahraga, meskipun latihan jasmani dan ruh merupakan sarana da'wah kita yang paling penting.”

Kita sama sekali bukan kelompok-kelompok seperti itu. Karena semua itu dibentuk dengan tujuan lokal yang terbatas dan dalam jangka waktu yang terbatas pula. Bahkan bisa jadi kelompok-kelompok itu dibuat hanya semata didorong kesenangan membentuk organisasi, disertai rasa bangga menyandang gelar jabatan organisasi di dalamnya.


Da'wah Ikhwan adalah fikrah sekaligus aqidah, undang-undang sekaligus sistem yang tak dibatasi oleh tempat dan tidak terikat dengan ras. Tidak dipisah oleh sekat-sekat geografis. Misinya tak pemah selesai hingga Allah mewariskan bumi dan isinya kepada kaum muslimin. Karena Islam merupakan undang-undang dari Rabb sekalian alam dan manhaj Rasul-Nya yang terpercaya.


Karena itulah, da’wah Ikhwan memiliki tabi'at saling menyempurnakan. Sasaran-sasarannya menyeluruh (integral). Ia tak dibatasi oleh satu sisi ajaran Islam dan mengabaikan sisi lain. Tidak juga lebih cenderung mengutamakan satu sisi di atas yang lain. Sasaran yang ingin dituju da'wah Ikhwan juga bukan sasaran lokal yang terbatas. Sasarannya adalah membina pribadi hingga tegaknya kedaulatan Islami, dan dari sana kemudian kita bertolak dimuka bumi untuk meninggikanagama Allah.


Integralitas da'wah Ikhwan juga tercermin pada pola hubungan dan interaksinya dengan manusia. Da'wah Ikhwan berbicara kepada akal mereka melalui argumentasi dan pemikiran. Da'wah Ikhwan mengetuk hati mereka dengan membersihkan karat yang meliputinya, mengingatkan mereka dengan Rabb dan sifat-sifat-Nya, serta memperdalam rasa sensitif terhadap akhirat. Da'wah Ikhwan juga menyentuh fitrah manusia yang mengandung keimanan secara fitri lalu menghubungkan fitrah tersebut dengan Islam.

Karakter Keempat: Jauh dari Arena Perselisihan Fiqih

Adapun jauh dari arena perselisihan fiqih (ikhtilat fiqhy), disebabkan ikhwan meyakini bahwa perselisihan dalam masalah far'iyat (cabang) merupakan masalah yang pasti terjadi dan tak mungkin dihindari. Akal dan paham manusia dapat berbeda dalam memahami dan menangkap gambaran prinsip Islam, baik yang terdiri dari ayat al-Qur'an, hadits dan perbuatan Rasul saw. Karena itu, ikhtilafpun pemah terjadi di kalangan sahabat radhiallahu 'anhum dan akan terus terjadi hingga hari kiamat.


Betapa bijaksana Imam Malik radhiallahu 'anhu ketika berkata pada Abu Ja'far al- Manshur, muridnya, yang hendak mengarahkan seluruh manusia pada satu madzhab melalui kitab al-Muwattha' karya Imam Malik, "Sesungguhnya para sahabat Rasulullah saw., menyebar di berbagai kota. Dan setiap kaum memiliki pengetahuan sendiri-sendiri. Jika engkau ingin membawa mereka pada satu pendapat, niscaya akan timbul fitnah."


Yang dikatakan aib atau kesalahan, tidak terletak pada faktor ikhtilaf, tetapi pada sikap ta'ashub (fanatik) terhadap pendapat dan menolak mentah-mentah pemikiran serta pendapat orang lain.

Sudut pandang dan sikap yang benar terhadap masalah khilafiyah, dapat mengumpulkan hati manusia yang berbeda-beda pada kerangka fikrah yang sama.

Zaid radhiallahu'anhu mengatakan, "bahwa sudut pandang tentang ikhtilaf ini harus ada dalam sebuah jama'ah yang ingin menyebarkan fikrah dalam satu wilayah yang telah diguncangkan oleh pengaruh perselisihan masalah yang sebenamya tak perlu diperselisihkan."


Karakter Kelima: Jauh dari Intervensi Penguasa

Jauh dari intervensi penguasa karena biasanya para penguasa berpaling dari da'wah yang tumbuh secara independen, terlepas dari tujuan dan ambisi pribadi. Mereka cenderung memilih da'wah yang dapat menghasilkan keuntungan dan manfaat bagi mereka.


Dan karena kami, orang-orang yang tegak dengan da'wah Ikhwan, telah bersandar dalam masalah ini sejak awal masa da'wah berdiri, sehingga orisinalitas dan kebersihan warna da'wah tak dapat dipengaruhi oleh warna lain seperti yang diikehendaki para pembesar.

Mereka tidak dapat memanfaatkan atau menunggangi da'wah kecuali ke arah tujuan yang memang dikehendaki oleh da'wah dan bersesuaian dengan cita-citanya. Dan mereka, para pembesar, dalam da'wah Ikhwan harus mampu tampil sebagai muslim sebenarnya, bukan muslim eksekutif, merekapun mempunyai kewajiban menyampaikan da'wah Islam kepada manusia.

Karena itu, kelompok pembesar dan pejabat sering menjauh dari Ikhwan, kecuali sedikit dari mereka yang memiliki sikap mulia, memahami fikrah, simpatik pada tujuan da'wah Ikhwan dan terlibat dalam amal-amal da'wah Ikhwan. Semoga mereka memperoleh taufiq dan dukungan dari Allah swt.


Karakter Keenam: Jauh dari Hegemoni Organisasi dan Partai


Yang dimaksud jauh dari hegemoni organisasi dan partai, selama antara partai dan organisasi terjadi perseteruan dan pertentangan yang tidak selaras dengan makna ukhuwwah dalam Islam. Da'wah Islam adalah da'wah umum yang menghimpun, bukan memecah belah. Da'wah Islam tidak bangkit dan bekerja dengan permusuhan dan pertentangan, namun dilakukan semata-mata ikhlash karena Allah swt.


Makna da'wah seperti ini, dirasa berat bagi sementara jiwa tamak yang ingin menjadikan partai dan kelompoknya sebagai batu loncatan untuk meraih jabatan dan meraup harta.

Karena itu, kami memilih menjauhi hegemoni semua partai dan organisasi tersebut, dan bersabar dalam kondisi itu dari kemaslahatan yang mungkin dapat diambil, sampai faktor penghalang itu dapat terbuka. Sampai manusia mengetahui hakikat yang ditutup-tutupi tentang mereka kemudian mereka kembali pada langkah yang benar, setelah memperoleh berbagai pengalaman, keyakinan hati dan keimanan.

Ketika akar dan batang da'wah telah kokoh, sehingga mampu mengarahkan dan tidak diarahkan, mampu mempengaruhi dan tidak dipengaruhi, Ikhwan mengajak para pembesar, pejabat, berbagai organisasi dan partai unttuk bergabung.

Ikhwan mengajak mereka agar mereka turut menempuh jalan dan bekerja bersama, meninggalkan semua penampilan semu yang tak ada artinya dan bersatu di bawah bendera al-Qur'anul 'Azhim, bernaung di bawah syi'ar Nabi yang mulia dan sistem Islam yang lurus.


Bila mereka memenuhi seruan kami, maka kebaikan dan kebahagiaan kembali pada mereka di dunia dan akhirat. Dengan bantuan mereka, insya Allah, perjalanan da'wah akan dapat lebih cepat dan menyedikitkan jerih payah dalam mencapai tujuannya.

Tapi bila mereka menolak, tak ada salahnya bagi kami untuk menanti beberapa saat. Kami hanya berharap pada Allah swt. hingga mereka tidak mempunyai alternatif lain kecuali bekerja untuk da'wah."Allah Maha Kuasa atas segala urusan-Nya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
baca selengkapnya »»